Oleh: Doni S. Pambudi*
Penerapan pasar bebas di negara ini ternyata mampu mendorong sebagian pengusaha daerah untuk bersaing dengan produksi impor. Salah satunya produk raket lokal. Ia mampu bertahan di tengah gempuran raket impor. Seperti apa kiat suksesnya?
Hampir tidak ada yang menduga di tengah daerah jauh dari ibukota Malang terdapat produksi raket lokal dengan kualitas internasional (ekspor). Daerah tersebut berada di Jalan Nakula Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Di sinilah seorang pengusaha raket lokal bernama Ahmad Sarbini memproduksi puluhan ribu raket lokal bermerek Ainex, Kayaku dan Euro.
Menurut Sarbini, produksi raketnya memang berada di daerah pedesaan, dengan pertimbangan lahan yang digunakan masih luas. Sedangkan lahan di kota sangat terbatas. Juga terlalu ribet dengan banyaknya retribusi atau sejenisnya.
Raket tersebut, meskipun buatanlokal oleh Sarbini, ternyata kualitasnya mampu bersaing di pasar bebas saat ini. Buktinya, kualitas raket buatannnya oleh para konsumen pribadi dan toko olah raga di berbagai wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera dan Nusa Tenggara Timur disejajarkan dengan raket impor yang sudah punya nama seperti Yonex dari Jepang dan Moris yang produksi Korea.
Menurut Sarbini, merk raket lokal Ainex kualitasnya sudah setara seperti raket Yonex, baik yang diproduksi oleh Jepang, Cina, dan Taiwan. Sedangkan merk lokal Kayaku kualitasnya menyamai Moris buatan Korea, dan Denmark. ”Kalau raket lokal sekarang ini tidak banyak digunakan atlet bulu tangkis internasional disebabkan ada permainan dalam menggunakan raket merk tertentu. Meskipun begitu, raket lokal tetap saja eksis karena kualitas dan harganya,” kata Sarbini.
Produksi raket ini, kata Sarbini, mulai dirintas sekitar 1992. Saat itu Sarbini yang awalnya buruh di salah satu perusahaan raket memilih keluar untuk memproduksi raket sendiri. Menariknya, produksi itu tanpa modal. Dimuali pula dengan membuat raket lokal yang kualitas sayur (raket mainan).
“Raket sayur” produksi Sarbini banyak diminati. Dari produksi 120 biji per hari sekarang sudah mencapai 1.200 biji. Minimal pemesanan harus satu dus isi 200 biji. Mulai 2000, Sarbini sudah tidak memproduksi “raket sayur” namun raket profesional untuk membidik kelas menengah ke atas. “Kalau saya produksi ‘raket sayur’ terus tentu tidak ada keuntungan lebih. Itu sebabnya saya sekarang sudah tidak menjual ‘raket sayur’ tapi full raket atlet,” katanya.
Perbandingan harga, lanjut Sarbini, ‘raket sayur’ hanya Rp 50.000 per lusin. Sedangkan raket profesional Rp 16.000 sampai Rp 50.000 per biji. Harga ini bisa lebih mahal apabila konsumen memesan raket dengan jenis dan kriteria tertentu. “Alhamdulillah, sejak saya beralih ke raket profesional,omsetnya terus meningkat. Tapi jangan tanya omset itu nilai berapa,”katanya.
Perbedaan antara raket lokal dan raket impor, dijelaskan oleh Sarbini, ada beberapa hal. Raket lokal dikerjakan tenaga manusia, sehingga hasilnya lebih halus dan tahan lama. Sedangkan raket impor dikerjakanmenggunakan tenaga mesin, sehingga lebih rapi dan mampu memproduksi dalam jumlah banyak. Harga raket lokal lebih murah dan kualitasnya sama dengan raket impor.
Dari perbedaan tersebut, ungkap Sarbini, yang paling menjadi kendala adalah sulitnya bahan baku. Sebab terbatasnya bahan baku raket berpengaruh pada jumlah produksi. Akibatnya Sarbini sering mempertimbangkan order raket dalam jumlah banyak, sebab khawatir tidak bisa selesai tepat waktu. “Kalau bahan baku mudah didapat serta ada tekhnologinya, tentu saya berani menerima order bera pun juga untuk ketepatan waktu. Tanpa keduanya saya tidak berani spekulasi menerima order di luar yang sudah langganan,” katanya.
Pertimbangan Sarbini membatasi order tentunya bukan faktor sulitnya bahan baku dan teknologi saja. Faktor lainnya seperti suntikan modal, jumlah karyawan, serta pemasaran. Jumlah karyawannnya saat ini hanya 10 orang, kalau harus menerima order lagi biasanya Sarbini memberikan sebagaian order itu ke pihak lain. “Kalau tidak sistem seperti ini sangat sulit menepati waktu,” ujarnya. [Majalah Cetak Pengusaha Muslim Indonesia]
* Wartawan Majalah Pengusaha Muslim di Kota Malang